BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seluruh
manusia di muka bumi ini memiliki status sosial. Status sosial itu sendiri
berasal dari orang tua yang melahirkan mereka, namun bukan tidak mungkin status
sosial ini dapat berubah. Keinginan untuk mencapai status dan penghasilan yang
lebih tinggi dari apa yang pernah dicapai orang tuanya, merupaka impian setiap
orang. Tetapi, apakah impian itu bakal menjadi kenyataan atau tidak adalah lain
persoalan. Dari sinilah mobilitas sosial mulai berdampak besar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Peta Konsep
2.2
Pengertian Mobilitas Sosial
Berikut
adalah beberapa pengertian mobilitas sosial:
·
Dalam Sosiologi
Mobilitas
sosial adalah proses keberhasilan seseorang mencapai jenjang status sosial yang
lebih tinggi atau proses kegagalan seseorang hingga jatuh di kelas sosial uang
lebih rendah
·
Menurut Horton dan Hunt
(1987)
Mobilitas
sosial dapat diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial
ke kelas sosial lainnya
Dari
pengertian pengertian di atas, dapat kita pahami bahwa mobilitas sosial bisa
berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan (biasanya)
termasuk pula segi penghasilan, yang dapat dialami oleh beberapa individu atau
oleh keseluruhan anggota kelompok.
Tingkat
mobilitas sosial pada masing masing masyarakat berbeda beda. Pada masyarakat
yang bersistem kelas sosial terbuka maka mobilitas sosial warga masyarakat akan
cenderung tinggi. Tetapi sebaliknya pada sistem kelas sosial tertutup seperti
masyarakat feodal atau masyarakat bersistem kasta, maka mobilitas sosial warga
masyarakatnya akan cenderung sangat rendah dan sangat sulit diubah atau bahkan
sama sekali tidak ada.
2.3
Jenis Mobilitas Sosial
Secara
prinsip dalam mobilitas sosial terdapat dua macam, yaitu:
1. Mobilitas
Sosial Vertikal
Mobilitas sosial vertikal adalah
perpindahan individu atau objek sosial dari kedudukan sosial ke kedudukan
sosial lainnya yang tidak sederajat (Soekanto, 1982:244). Sesuai dengan
arahnya, karena itu dikenal dua jenis mobilitas sosial vertikal, yaitu:
a) Gerak
sosial yang meningkat (social climbing),
yakni gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial rendah ke kelas
sosial yang lebih tinggi. Misalnya seorang koki restoran yang berhenti dari
pekerjaannya dan membuka restoran sendiri sehingga dia yang menjadi CEO nya.
b) Gerak
sosial yang menurun (social sinking)
, yakni gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial tertentu ke
kelas sosial lain yang lebih rendah posisinya. Misalnya, seorang pegawai
perusahaan yang dipecat dari pekerjaannya dan menjadi pengangguran
Menurut Soedjatmoko (1980), mudah
tidaknya seseorang melakukan mobilitas vertikal salah satunya ditentukan oleh
kekakuan dan keluwesan struktur sosial dimana orang itu hidup. Seseorang yang
memiliki gelar bekal pendidikan yang tinggi, bergelar Doktor atau Master
misalnya, jika hidup di lingkungan masyarakat yang menghargai profesionalisme,
besar kemungkinan akan lebih mudah naik pada kedudukan yang lebih tinggi sesuai
dengan keahlian yang dimilikinya.
Sebaliknya, setinggi apa pun pendidikan
seseorang, tetapi bila ia hidup pada suatu lingkungan masyarakat yang masih
kuat nilai nilai primodialisme dan sistem hubungan koneksi, maka kecil
kemungkinan orang tersebut akan bisa lancar jenjang kariernya dalam bekerja.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa untuk saat ini gelar sarjana bukan jaminan
bagi seseorang untuk bisa memperoleh pekerjaan dengan mudah jika ia sama sekali
tidak memiliki pihak pihak tertentu yang memberikan rekomendasi.
2. Mobilitas
Sosial Horizontal
Mobilitas sosial horizontal adalah
perpindahan individu atau objek objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial
yang satu ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Dalam mobilitas sosial
yang horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang ataupun
objek sosial lainnya. Seorang buruh petani yang berpindah pekerjaan menjadi
buruh bangunan atau tukang becak di kota tidak bisa dikategorikan sebagai mobilitas
sosial vertikal karena mereka tidak mengalami perubahan pendapatan atau status
sosial secara berarti.
Mobilitas sosial horizontal bisa
terjadi secara sukarela, tetapi bisa pula terjadi karena terpaksa. Apa yang
dilakukan oleh petani di atas bisa digolongkan sebagai mobilitas sosial
terpaksa, artinya petani tersebut terpaksa pindah ke pekerjaan lain karena
memang di desanya tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan di sektor
pertanian karena ancaman kekeringan. Contoh mobilitas sosial sukarela: seorang
pegawai bank yang sudah bosan dan jenuh dengan pekerjaannya dan kemudian ingin
berkarier di tempat lain, entah itu sebagai public
relation, dosen, atau pekerjaan yang lain.
2.4
Saluran Saluran Mobilitas Sosial Vertikal
Menurut
Pitrim A. Soroin, di dalam mobilitas sosial secara vertiikal terdapat beberapa
saluran yang terpenting atau paling umum, yaitu:
1. Angkatan
Bersenjata. Dalam keaadan perang di mana setiap negara menghendaki kemenangan
maka jasa seorang prajurit tanpa melihat statusnya akan dihargai dalam masyarakat.
Karena jasanya dapat menjatuhkan banyak korban, maka dimungkinkan dapat
menanjak kedudukannya dan bahkan memperoleh kekuasaan dan wewenang.
2. Lembaga
lembaga pendidikan. Pada umumnya lembaga pendidikan dinilai merupakan saluran
yang konkret dari mobilitas sosial vertikal, bahkan lembaga pendidikan formal
dianggap sebagai social elevator yang
bergerak dari kedudukan yang paling rendah ke kedudukan paling tinggi.
3. Lembaga
lembaga keagamaan. Lembaga ini juga merupakan salah satu saluran mobilitas sosial
vertikal walaupun setiap agama menganggap bahwa setiap orang mempunyai
kedudukan yang sederajat, akan tetapi pemuka pemuka agama selalu berusaha menaikkan mereka yang berkedudukan rendah ke
kedudukan yang tinggi.
4. Organisasi
politik. Saluran ini dalam banyak kasus terbukti memberi kesempatan yang cukup
besar bagi setiap anggotanya untuk naik dalam tangga kedudukan dalam
masyarakat. Bagi mereka yang pandai berorganisasi dalama organisasi politik
mendapat kesempatan untuk dipilih sebagai anggota dalam DPR sebagai wakil dari organisasi politik yang mengorbitkannya.
5. Organisasi
ekonomi. Organisasi ini, baik yang bergerak dalam bidang perusahaan maupun jasa
umumnya memberikan kesempatan seluas luasnya bagi seseorang untuk mencapai
mobilitas sosial vertikal, karena dalam organisasi ini sifatnya relatif
terbuka.
2.5
Determinan Mobilitas
Horton
dan Hunt (1987) mencatat ada dua faktor yang memengaruhi tingkat mobilitas pada
masyarakat modern, yakni:
1. Faktor
struktural, yakni jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus
diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Ketidakseimbangan jumlah lapangan
kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pelamar atau pencari kerja
adalah termasuk faktor struktural.
2. Faktor
individu. Yang dimaksud faktor individu adalah kualitas orang per orang, baik
ditinjau dari segi tingkat pendidikannya, penampilannya, keterampilan pribadi,
dan lain lain, termasuk faktor kemujuran menentukan siapa yang akan berhasil
mencapai kedudukan itu.
Bisa
saja di sebuah masyarakat tertentu lapangan kerja yang tersedia relatif masih
banyak, di mana setiap hari iklan iklan lowongan kerja terus saja bermunculan.
Namun, sepanjang individu individu yang ada ternyata tidak bisa memenuhi
kulaifikasi yang dibutuhkan, misalnya mahir berbahasa inggris, maka besar
kemungkinan tidak akan terjadi mobilitas vertikal.
Di
sisi lain, bisa saja struktur sosial yang ada begitu kaku, di mana kemungkinan
seseorang untuk menembus batas batas lapisan sosial relatif kecil, tetapi
ternyata masih ada pula satu dua orang yang bisa lolos seleksi karena
keberuntungan nasibnya.
2.6
Konsekuensi Mobilitas Sosial
Dampak
positif dari mobilitas sosial sudah pasti adalah tercapainya kedudukan atau
jabatan yang diidamkan. Namun apa dampak negatifnya?
Beberapa
dampak negatif dari adanya mobilitas sosial ini adalah memungkinkan terjadinya
ketidakpuasan dan ketidakbahagian di benak seseorang karena impian yang
diidamkan tidak semuanya dapat dicapai dengan mudah.
Secara
rinci Horton dan Hunt (1987) mencatat beberapa konsekuensi negatif dari mobilitas
vertikal, seperti kecemasan akan terjadinya penurunan status bila terjadi
mobilitas menurun, ketegangan dalam mempelajari peran baru dari status jabatan
yang meningkat, keretakan hubungan antara anggota kelompok primer yang semula
karena seseorang berpindah ke status yang lebih tinggi atau status yang lebih
rendah.
BAB III
PENUTUPAN
3.1
Kesimpulan
Dari
semua penjabaran di atas dapat kita simpulkan bahwa mobilitas sosial merupakan
proses perpindahan posisi atau status sosial seseorang atau sekelompok orang
dalam struktur sosial masyarakat. Mobilitas sosial tidak bergerak lurus sesuai
dengan status dan peran sosial suatu individu atau kelompok. Jadi disimpulkan
bahwa mobilitas sosial bersifat dinamis dan dapat berubah secara cepat maupun
lambat.
3.2
Saran
Sebagai
manusia kita pasti akan menuntut untuk status dan peran sosialnya sangatlah
tinggi, namun sebagai manusia sosial seharusnya kita dapat mengerti dan
menyadari mobilitas sosial atau gerakan sosial ini tidak terjadi begitu saja
dengan sendirinya. Karena mobilitas sosial terjadi tergantung bagaimana diri
kita sendiri menyingkapi status serta peran sosial diri dan menurut prestasi
kita masing-masing anggota masyarakat. Oleh karena itu sebaiknya jika memang
menginginkan mobilitas naik kita juga tidak boleh duduk diam dalam struktur
sosial tetapi kita harus terbuka dan positif terhadap perubahan yang positif
juga dimasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Narwoko,
Dwi J., & Suyanto, Bagong. 2004. SOSIOLOGI:
Teks Pengantar dan Terapan. Edisi Keempat.
Kencana
No comments:
Post a Comment