1.
Pengertian Negara Hukum
Secara
sederhana yang dimaksud dengan negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Menurut para ahli,
pengertiannya adalah sebagai berikut :
·
Aristoteles
Negara
yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga.
·
F.R. Bothlingk
Negara,
dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan hukum.
2.
Pengertian Konstitusi
Dari segi bahasa
istilah konstitusi berasal dari kata constituer (Prancis) yang berarti
membentuk. Maksudnya yaitu membentuk, menata, dan menyusun suatu negara.
Demikian pula dalam bahasa Inggris kata constitute dapat berarti mengangkat,
mendirikan atau menyusun. Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal
dengan sebutan gronwet yang berarti undang-undang dasar.
Konstitusi dapat diartikan secara
luas dan sempit sebagai berikut.
a.
Konstitusi
(hukum dasar) dalam arti luas meliputi hukum dasar tertulis dan tidak tertulis.
b.
Konstitusi
(hukum dasar) dalam arti sempit adalah hukum dasar tertulis, yaitu undang
undang dasar. Dalam pengertian ini, undang undang dasar merupakan konstitusi
atau hukum dasar yang tertulis.
3.
Tujuan dan Fungsi Konstitusi
Sejalan dengan sifat membatasi
kekuasaan pemerintah maka konstitusi secara ringkas memiliki 3 tujuan, yaitu :
a.
Memberi
pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik,
b.
Melepaskan
kontrol kekuasaan dari penguasa itu sendiri, dan
c.
Memberi
batasan batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya
(ICCE UIN, 2000)
Selain itu, konstitusi negara
bertujuan menjamin pemenuhan hak hak dasar warga negara. Konstitusi negara
memiliki fungsi fungsi sebagai berikut (Jimly Asshiddiqie, 2002).
a.
Fungsi
penentu atau pembatas kekuasaan negara.
b.
Fungsi
pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.
c.
Fungsi
pengatur hubungan kekuasaan antara organ negara dengan warga negara.
d.
Fungsi
pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasan negara ataupun kegiatan
penyelenggaraan kekuasaan negara.
e.
Fungsi
penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasan yang asli (dalam
demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara.
f.
Fungsi
simbolik, yaitu sebagai sarana pemersatu
(simbol kesatuan), sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan
(identitas negara), serta sebagai pusat upacara.
g.
Fungsi
sebagai sarana pengendalian masyarakat (kontrol sosial) baik dalam arti sempit,
yaitu bidang politik dan arti luas mencakup bidang sosial ekonomi.
h.
Fungsi
sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat (rekayasa sosial atau
reformasi sosial).
4. Sejarah
Lahir dan Perkembangan Konstitusi di Indonesia
Para
pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sepakat utntuk menyusun sebuah
Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti dan
fungsinya. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17
Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu ”revolusi grondwet” telah
disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia
dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia. Dengan demikian, sekalipun Undang-Undang Dasar 1945 itu merupakan
konstitusi yang sangat singkat dan hanya memuat 37 pasal namun ketiga materi
muatan konstitusi yang harus ada menurut ketentuan umum teori konstitusi telah
terpenuhi dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.
Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia
ada empat macam Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu :
a.
Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
(Penetapan Undang-Undang Dasar
1945)
Saat Republik Indonesia
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik yang baru ini belum
mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945
Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia setelah mengalami beberapa proses.
b.
Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
(Penetapan konstitusi Republik
Indonesia Serikat)
Perjalanan negara baru Republik
Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan
untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan
negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara
Jawa Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka
terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan
ini mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia
Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia
itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.
c.
Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
(Penetapan Undang-Undang Dasar
Sementara 1950)
Periode federal dari
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan sementara,
karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 menghendaki sifat
kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena
terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa
dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya
dicapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu
undang-undang dasar yang baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama
yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang kemudian disahkan pada
tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus
1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.
d.
Periode 5 Juli 1959 – sekarang
(Penetapan berlakunya kembali
Undang-Undang Dasar 1945)
Dengan dekrit Presiden 5 Juli
1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan
pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
5. Perubahan
Konstitusi di Indonesia (4 amandemen)
Konstitusi di Indonesia, yaitu UUD 1945 telah
mengalami 4 kali amandemen yaitu :
a.
Amandemen
pertama terjadi pada sidang umum MPR tahun 1999, disahkan 19 Oktober 1999.
Pada perubahan pertama ini MPR RI
mengubah Pasal 5 Ayat 1, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat 2, Pasal 14, Pasal 15,
Pasal 17 Ayat 2 dan 3, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi, sebanyak 9 pasal yang diamandemen pada
perubahan pertama.
b.
Amandemen
kedua terjadi pada sidang tahunan MPR, disahkan 18 Agustus 2000
Pada perubahan kedua MPR RI
mengubah dan atau menambah Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18 B, Pasal 19, Pasal 20
Ayat 5, Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B Bab IX a, Pasal 25E Bab X, Pasal 26
Ayat 2 dan Ayat 3, Pasal 27 Ayat 3 Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C,
Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28 F, Pasal 28 G, Pasal 28 H, Pasal 28 I, Pasal 28
J Bab XII, Pasal 30 Bab XV, Pasal 36 A, Pasal 36B, dan Pasal 36 C Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi, pada perubahan kedua
diamandemen sebanyak 25 pasal.
c.
Amandemen
ketiga terjadi pada sidang tahunan MPR, disahkan 10 November 2001.
Pada perubahan ketiga, MPR RI
mengubah dan atau menambah Pasal 1 Ayat 2 dan 3, Pasal 3 Ayat 1, 3 dan 4, Pasal
6 Ayat 1 dan 2, Pasal 6A Ayat 1, 2, 3, dan 5, Pasal 7A, Pasal 7B Ayat 1, 2, 3,
4, 5, 6, dan 7, Pasal 7C, Pasal 8 Ayat 1 dan 2, Pasal 11 Ayat 2 dan 3, Pasal 17
Ayat 4 Bab VII A, Pasal 22C Ayat 1, 2, 3, dan 4, Pasal 22D ayat 1, 2, 3, dan 4
Bab VII B, Pasal 22E Ayat 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, Pasal 23 Ayat 1, 2, dan 3,
Pasal 23A, Pasal 23G Ayat 1 dan 2, Pasal 24 Ayat 1 dan 2, Pasal 24A Ayat 1, 2,
3, 4, dan 5, Pasal24B Ayat 1, 2, 3, dan 4, Pasal 24C Ayat 1, 2, 3, 4, 5, dan 6
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Jadi, pada perubahan
ketiga diamandemen sebanyak 23 pasal.
d.
Amandemen
keempat terjadi pada sidang tahunan MPR, disahkan 10 Agustus 2002.
Pada perubahan keempat, MPR RI
mengubah dan atau menambah Pasal 2 Ayat 1, Pasal 6A Ayat 4, Pasal 8 Ayat 3,
Pasal 11 Ayat 1, Pasal 16, Pasal 23 B, Pasal23D, Pasal 24 Ayat 3 Bab XIII,
Pasal 31 Ayat 1, 2, 3, 4 dan 5, Pasal 32 Ayat 1 dan 2 Bab XIV, Pasal 33 Ayat 4
dan 5, Pasal 34 Ayat 1, 2, 3, dan 4, Pasal 37 Ayat 1, 2, 3, 4, dan 5, Aturan
Peralihan Pasal I, II, dan III, Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada perubahan keempat ini yang
diamandemen sebanyak 13 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan
Tambahan.
6. Lembaga
Kenegaraan setelah Amandemen ke 4
Berikut adalah lembaga kenegaraan
setelah amandemen ke 4 :
a.
MPR
b.
Presiden
c.
DPR
d.
DPD
e.
BPK
f.
Mahkamah
Agung
g.
Mahkamah
Konstitusi
h.
Komisi
Yudisial
7. Contoh
Kasus
Kasus pembakaran
hutan misalnya.
Pengelola lahan yang lalai atau
yang sengaja melakukan pembakaran akan dikenakan sanksi hukum sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
- Undang
Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Undang
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Undang
Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
- Peraturan
Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan
Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan
Lahan
Hal ini juga menyebabkan berbagai
dampak. Baik dalam bidang sosial, budaya, maupun ekonomi. Diantaranya meliputi :
- Terganggunya
aktivitas sehari-hari. Asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan secara
otomatis mengganggu aktivits manusia sehari-hari, apalagi bagi yang
aktivitasnya dilakukan di luar ruangan.
- Menurunnya
produktivitas. Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat
mempengaruhi produktivitas dan penghasilan.
- Hilangnya
sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan; Selain itu,
bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari mengolah hasil hutan,
dengan terbakarnya hutan berarti hilang pula area kerja (mata pencarian).
- Meningkatnya
hama. Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak
kesimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama
tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat sebagian
binatang kehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari
hutan dan menjadi hama seperti gajah, monyet, dan binatang lain.
- Terganggunya
kesehatan. Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas,
dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia,
antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit,
iritasi mata, dan lain-lain.
- Tersedotnya
anggaran negara. Setiap tahunnya diperlukan biaya yang besar untuk
menangani (menghentikan) kebakaran hutan. Untuk merehabilitasi hutan yang
terbakar serta berbagai dampak lain pun semisal kesehatan masyarakat dan
bencana alam yang diambilkan dari kas negara.
- Menurunnya
devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik
dari kayu maupun produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata.
Dengan terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah. Selain itu, menurunnya
produktivitas akibat kebakaran hutan pun pada akhirnya berpengaruh pada
devisa negara.