Monday, July 31, 2017

Negara Hukum

1.      Pengertian Negara Hukum

Secara sederhana yang dimaksud dengan negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Menurut para ahli, pengertiannya adalah sebagai berikut :

·         Aristoteles

Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga.

·         F.R. Bothlingk

Negara, dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan hukum.

2.      Pengertian Konstitusi

Dari segi bahasa istilah konstitusi berasal dari kata constituer (Prancis) yang berarti membentuk. Maksudnya yaitu membentuk, menata, dan menyusun suatu negara. Demikian pula dalam bahasa Inggris kata constitute dapat berarti mengangkat, mendirikan atau menyusun. Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal dengan sebutan gronwet yang berarti undang-undang dasar.

Konstitusi dapat diartikan secara luas dan sempit sebagai berikut.

a.       Konstitusi (hukum dasar) dalam arti luas meliputi hukum dasar tertulis dan tidak tertulis.

b.      Konstitusi (hukum dasar) dalam arti sempit adalah hukum dasar tertulis, yaitu undang undang dasar. Dalam pengertian ini, undang undang dasar merupakan konstitusi atau hukum dasar yang tertulis.

3.      Tujuan dan Fungsi Konstitusi

Sejalan dengan sifat membatasi kekuasaan pemerintah maka konstitusi secara ringkas memiliki 3 tujuan, yaitu :

a.       Memberi pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik,

b.      Melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa itu sendiri, dan

c.       Memberi batasan batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya (ICCE UIN, 2000)

Selain itu, konstitusi negara bertujuan menjamin pemenuhan hak hak dasar warga negara. Konstitusi negara memiliki fungsi fungsi sebagai berikut (Jimly Asshiddiqie, 2002).

a.       Fungsi penentu atau pembatas kekuasaan negara.

b.      Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.

c.       Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antara organ negara dengan warga negara.

d.      Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.

e.       Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasan yang asli (dalam demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara.

f.       Fungsi simbolik, yaitu sebagai sarana pemersatu (simbol kesatuan), sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identitas negara), serta sebagai pusat upacara.

g.       Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (kontrol sosial) baik dalam arti sempit, yaitu bidang politik dan arti luas mencakup bidang sosial ekonomi.

h.      Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat (rekayasa sosial atau reformasi sosial).

4.      Sejarah Lahir dan Perkembangan Konstitusi di Indonesia

Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sepakat utntuk menyusun sebuah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti dan fungsinya. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu ”revolusi grondwet” telah disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, sekalipun Undang-Undang Dasar 1945 itu merupakan konstitusi yang sangat singkat dan hanya memuat 37 pasal namun ketiga materi muatan konstitusi yang harus ada menurut ketentuan umum teori konstitusi telah terpenuhi dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.

Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu :

a.       Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949

(Penetapan Undang-Undang Dasar 1945)

Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik yang baru ini belum mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah mengalami beberapa proses.

b.      Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950

(Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat)

Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.

c.       Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 

(Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950)

Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar yang baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.

d.      Periode 5 Juli 1959 – sekarang

(Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945)

Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.

5.      Perubahan Konstitusi di Indonesia (4 amandemen)

Konstitusi di Indonesia, yaitu UUD 1945 telah mengalami 4 kali amandemen yaitu :

a.       Amandemen pertama terjadi pada sidang umum MPR tahun 1999, disahkan 19 Oktober 1999.

Pada perubahan pertama ini MPR RI mengubah Pasal 5 Ayat 1, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat 2, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat 2 dan 3, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi, sebanyak 9 pasal yang diamandemen pada perubahan pertama.

b.      Amandemen kedua terjadi pada sidang tahunan MPR, disahkan 18 Agustus 2000

Pada perubahan kedua MPR RI mengubah dan atau menambah Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18 B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat 5, Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B Bab IX a, Pasal 25E Bab X, Pasal 26 Ayat 2 dan Ayat 3, Pasal 27 Ayat 3 Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28 F, Pasal 28 G, Pasal 28 H, Pasal 28 I, Pasal 28 J Bab XII, Pasal 30 Bab XV, Pasal 36 A, Pasal 36B, dan Pasal 36 C Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi, pada perubahan kedua diamandemen sebanyak 25 pasal.

c.       Amandemen ketiga terjadi pada sidang tahunan MPR, disahkan 10 November 2001.

Pada perubahan ketiga, MPR RI mengubah dan atau menambah Pasal 1 Ayat 2 dan 3, Pasal 3 Ayat 1, 3 dan 4, Pasal 6 Ayat 1 dan 2, Pasal 6A Ayat 1, 2, 3, dan 5, Pasal 7A, Pasal 7B Ayat 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7, Pasal 7C, Pasal 8 Ayat 1 dan 2, Pasal 11 Ayat 2 dan 3, Pasal 17 Ayat 4 Bab VII A, Pasal 22C Ayat 1, 2, 3, dan 4, Pasal 22D ayat 1, 2, 3, dan 4 Bab VII B, Pasal 22E Ayat 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, Pasal 23 Ayat 1, 2, dan 3, Pasal 23A, Pasal 23G Ayat 1 dan 2, Pasal 24 Ayat 1 dan 2, Pasal 24A Ayat 1, 2, 3, 4, dan 5, Pasal24B Ayat 1, 2, 3, dan 4, Pasal 24C Ayat 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Jadi, pada perubahan ketiga diamandemen sebanyak 23 pasal.

d.      Amandemen keempat terjadi pada sidang tahunan MPR, disahkan 10 Agustus 2002.

Pada perubahan keempat, MPR RI mengubah dan atau menambah Pasal 2 Ayat 1, Pasal 6A Ayat 4, Pasal 8 Ayat 3, Pasal 11 Ayat 1, Pasal 16, Pasal 23 B, Pasal23D, Pasal 24 Ayat 3 Bab XIII, Pasal 31 Ayat 1, 2, 3, 4 dan 5, Pasal 32 Ayat 1 dan 2 Bab XIV, Pasal 33 Ayat 4 dan 5, Pasal 34 Ayat 1, 2, 3, dan 4, Pasal 37 Ayat 1, 2, 3, 4, dan 5, Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III, Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada perubahan keempat ini yang diamandemen sebanyak 13 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.

6.      Lembaga Kenegaraan setelah Amandemen ke 4

Berikut adalah lembaga kenegaraan setelah amandemen ke 4 :

a.       MPR

b.      Presiden

c.       DPR

d.      DPD

e.       BPK

f.       Mahkamah Agung

g.       Mahkamah Konstitusi

h.      Komisi Yudisial

7.      Contoh Kasus

Kasus pembakaran hutan misalnya.

Pengelola lahan yang lalai atau yang sengaja melakukan pembakaran akan dikenakan sanksi hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :

  1. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
  2. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
  3. Undang Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan

Hal ini juga menyebabkan berbagai dampak. Baik dalam bidang sosial, budaya, maupun ekonomi. Diantaranya meliputi :

  1. Terganggunya aktivitas sehari-hari. Asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan secara otomatis mengganggu aktivits manusia sehari-hari, apalagi bagi yang aktivitasnya dilakukan di luar ruangan.
  2. Menurunnya produktivitas. Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi produktivitas dan penghasilan.
  3. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan; Selain itu, bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari mengolah hasil hutan, dengan terbakarnya hutan berarti hilang pula area kerja (mata pencarian).
  4. Meningkatnya hama. Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak kesimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatang kehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan dan menjadi hama seperti gajah, monyet, dan binatang lain.
  5. Terganggunya kesehatan. Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas, dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain.
  6. Tersedotnya anggaran negara. Setiap tahunnya diperlukan biaya yang besar untuk menangani (menghentikan) kebakaran hutan. Untuk merehabilitasi hutan yang terbakar serta berbagai dampak lain pun semisal kesehatan masyarakat dan bencana alam yang diambilkan dari kas negara.
  7. Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah. Selain itu, menurunnya produktivitas akibat kebakaran hutan pun pada akhirnya berpengaruh pada devisa negara.


Untuk download file word (.doc) di atas, silahkan klik link dibawah ini :

Pidato

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.      Latar Belakang

Berbicara yang akan dapat meningkatkan kualitas ekstensi (keberadaan) di tengah-tengah orang lain bukanlah sekedar “ngoceh”, tetapi berbicara yang menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, manusia harus berbicara berdasarkan seni berbicara yang disebut retorika atau seringkali disebut dengan pidato.


BAB II

PEMBAHASAN

 

1.      Pengertian Pidato

Pidato ialah menyampaikan pikiran, perasaan, kemauan dari seseorang kepada sekolompok orang. Pidato dapat juga dikatakan sebagai penyampaian pikiran secara lisan di depan penonton atau pendengar. Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pidato didefinisikan sebagai (1) Pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak; (2) Wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak ramai.

2.      Tujuan Pidato

Tujuan Pidato itu dapat dibagi tiga macam :

a.      Informatif

Pidato informatif bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca. Informasi dapat berupa petunjuk tentang sesuatu, pengarahan tentang masalah tertentu, dan penjelasan tentang objek tertentu yang perlu untuk diketahui oleh pendengar.

b.      Rekreatif

Pidato rekreatif bertujuan untuk menghibur para pendengar. Pada saat menyampaikan informasi sang orator perlu menyelipkan hal hal yang menghibur, sehingga tujuan pidato untuk menyampaikan informasi dapat tercapai dengan baik.

c.       Persuasif

Pidato persuasif bertujuan untuk mempengaruhi para pendengar. Pada saat menyampaikan informasi sang orator juga perlu ada bersifat mempengaruhi atau mengajak, sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh pendengar di dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengajak dan mempengaruhi para pendengar sang orator harus dapat menyampaikan bukti bukti dan alasan yang dapat diterima akal sehat. Bukti-bukti dapat berupa fakta fisik atau fakta logika. Fakta fisik adalah fakta yang dapat dibuktikan secara material atau yang menyangkut semua kebendaan. Fakta logika adalah fakta yang disampaikan baik berupa ciri-ciri, fenomena, fungsi, hubungan, sebab, akibat, pengaruh, tujuan, pembagian, dan lain-lain sesuai dengan objek yang sedang dijelaskan.

3.      Jenis-Jenis Pidato

Jenis-jenis pidato dapat dibagi enam macam :

a.      Pidato Pembukaan

Berupa pidato singkat yang biasa dibawakan oleh pembawa acara atau mc (master of ceremony).

b.      Pidato Pengarahan

Pidato yang disampaikan untuk mengarahkan suatu acara yang akan/sedang dilaksanakan.

c.       Pidato Sambutan

Pidato yang disampaikan pada suatu kegiatan atau acara tertentu dan dapat dilaksanakan oleh beberapa orang secara bergantian dengan jenjang waktu tertentu.

d.      Pidato Peresmian

Pidato yang biasa dilaksanakan oleh seseorang yang berpengaruh ketika akan meresmikan sesuatu.

e.       Pidato Laporan

Pidato yang isinya bertujuan untuk melaporkan hasil hasil dari suatu tugas atau kegiatan.

f.        Pidato Pertanggungjawaban

Pidato yang berisi tentang pernyataan suatu pertanggungjawaban terhadap kegiatan tertentu.

4.      Metode Berpidato

Metode berpidato itu dapat dibagi empat macam :

a.      Impromptu

Pidato yang dilakukan secara serta-merta dan tanpa persiapan terlebih dahulu. Misalkan seseorang yang menghadiri suatu acara tertentu dan tiba-tiba tanpa sepengetahuannya dipersilahkan untuk menyampaikan pidato, maka yang demikian disebut berpidato dengan metode impromptu.

b.      Memoriter

Pidato yang ditulis dalam bentuk naskah dan kemudian dihafalkan kata demi kata. Metode ini sering digunakan dalam suatu perlombaan pidato yang memiliki tema tertentu. Metode ini dianggap kurang efektif karena dapat mengurangi nilai komunikasi si pelaku pidato terhadap pendengar karena kemungkinan besar “si penceramah” berupaya mengingat-ngingat isi pidato yang ingin disampaikan.

c.       Naskah

Yaitu metode berpidato menggunakan naskah. Disini tidak dikenal istilah menyampaikan pidato, namun membacakan pidato karena pembicara akan menyampaikan pidato dari awal sampai akhir. Metode ini sangat perlu dilakukan jika isi pidato yang disampaikan harus benar-benar akurat dan tidak boleh terdapat kesalahan, misalkan seseorang yang ingin menyampaikan tentang isi laporan keuangan suatu kegiatan, maka dalam hal ini laporan perlu dibacakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

d.      Ekstemporan

Metode berpidato dengan terlebih dahulu menyiapkan garis besar konsep pidato yang akan disampaikan (outline) dan pokok penunjang pembahasan (supporting point). Jenis pidato ini adalah jenis pidato yang paling baik dan sering dilakukan oleh pembicara yang telah mahir dan berpengalaman.

5.      Persiapan Konsep Pidato

Setelah sang orator mengetahui tema atau subtema yang akan disampaikan di dalam pidato, maka ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan, seperti dikemukakan Suparni (1988: 29) berikut ini.

a.      Menganalisis Pendengar

Pada saat berpidato yang akan disampaikan informasi, hiburan atau mempengaruhi para pendengar. Oleh karena itu, sang orator harus memperhatikan kebutuhan, kemampuan, pendidikan, dan kesenangan para pendengar, sehingga apa yang disampaikan dapat diterima dengan baik.

b.      Menyempitkan Topik

Menyempitkan topik bertujuan agar apa yang disampaikan dapat terfokus pada masalah tertentu. Misalnya, cara merawat bunga, topiknya terlalu luas. Topik ini dapat dipersempit menjadi cara merawat bunga anggrek.

c.       Mengumpulkan Bahan

Bahan dikumpulkan sesuai dengan tema atau subtema yang akan disampaikan pada saat pidato. Bahan dapat diperoleh melalui bertanya kepada orang yang mengetahui, membaca buku, majalah, koran, internet atau mencari referensi yang sesuai dengan tema atau subtema.

d.      Menyusun Kerangka Pidato

Pidato yang baik harus memiliki kerangka seperti berikut ini.

1.      Pembukaan Pidato

Pendahuluan berisi tentang sala pembuka, penghormatan kepada para pendengar, mulai dari jabatan atau status yang paling tinggi menuju ke terendah.

2.      Isi Pidato

Isi pidato berisi tentang materi sesuai dengan tema atau subtema, mulai dari masalah yang lebih penting (besar) kepada masalah yang kurang penting (sederhana).

3.      Penutup Pidato

Bagian penutup pidato berisi tentang simpulan apa yang telah disampaikan pada bagian isi pidato dan memohon maaf kepada seluruh pendengar dan mohon ampun kepada Tuhan atas segala kesilapan yang telah terjadi.

e.       Melatih dengan Suara Nyaring

Sebelum berpidato sang orator harus berlatih, supaya apa yang disampaikan dapat diterima pendengar. Dalam latihan ini perlu diperhatikan nada, tekanan, dan intonasi atau lagu kalimat.

6.      Persiapan Pelaksanaan Pidato

Menurut Fidhiah (1966: 9), persiapan pelaksanaan pidato adalah sebagai berikut.

a.      Penampilan

Penampilan atau performance sang orator harus menarik. Dalam hal ini perlu diperhatikan sebagai berikut.

1)      Pakaian sopan dan memberikan kesan familier.

2)      Menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keadaan.

3)      Tampil dalam kondisi tubuh yang prima dan tangkas.

4)      Tumbuhkan rasa percaya diri.

b.      Sikap

Pada saat menyampaikan pidato harus menjaga sikap. Pada bagian ini perlu diperhatikan hal berikut.

1)      Bersikap sopan sesuai dengan situasi yang sedang berlangsung.

2)      Penuh percaya diri, sehingga menimbulkan keyakinan para pendengar.

3)      Menghargai waktu, sehingga apa yang direncanakan dapat berjalan dengan baik.

4)      Bertanggung jawab terhadap apa yang sedang disampaikan.

5)      Bersikap rendah hati, sehingga tidak timbul kesan menggurui pendengar.

6)      Dapat memberikan motivasi kepada pendengar, sehingga pendengar dapat terpengaruh kepada apa yang sedang dikemukakan.

c.       Bahasa

Bahasa merupakan media utama di dalam pidato untuk menyampaikan buah pikiran kepada pendengar. Oleh karena itu, perlu diperhatikan hal-hal yang berikut.

1)      Vokal harus jelas, sehingga dapat didengar dan dipahami oleh semua pendengar.

2)      Bahasa yang digunakan harus sesuai dengan tingkat kemampuan para pendengar.

3)      Dapat memilih kosakata yang relevan dan aktual.

4)      Padat dan berisi, tetapi harus kaya dengan improvisasi.

5)      Mampu memancing emosi pendengar.

6)      Bahasa harus dinamis dan tidak monoton.

7)      Menggunakan bahasa secara bervariasi.

8)      Memperlihatkan kesan intelek agar terlihat profesional.

d.      Wawasan

Tema dan subtema yang akan disampaikan di dalam pidato harus dipahami secara luas dan mendalam, sangat diperlukan keluasan wawasan. Untuk mencapai wawasan yang memadai diperlukan hal hal sebagai berikut.

1)      Sang orator harus memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai.

2)      Bersikap terbuka, sehingga dapat menerima kritik dan saran dari para pendengar.

3)      Mengikuti perkembangan zaman.

4)      Mengungkapkan masalah yang sesuai dengan tema acara yang sedang diadakan.

5)      Dalam menyampaikan masalah tidak menggurui para pendengar.

6)      Harus menyadari bahwa pendengar terdiri dari latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda.

7)      Mengemas materi dengan bahasa yang baik sehingga dapat dipahami pendengar dengan baik.

8)      Menggunakan waktu dengan baik.

9)      Membuat kerangka berpikir secara sistematis.

10)  Memperlakukan pendengar sebagai hal yang terpenting di dalam pertemuan itu.

7.      Contoh Pidato

Berikut adalah contoh cuplikan pidato dari Bung Tomo pada 10 November 1945, yang berhasil mengubah Indonesia.

Bismillahirrahmanirrahim …
Merdeka !!!

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia, terutama, saudara-saudara penduduk kota Surabaya. Kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua. Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan senjata-senjata yang kita rebut dari tentara Jepang.

Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan. Mereka telah minta supaya kita semua datang kepada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda menyerah kepada mereka.

Saudara-saudara, kita semuanya, kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris ini. Dan kalau pimpinan tentara Inggris yang ada di Surabaya ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia, ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini. Dengarkanlah ini hai tentara Inggris, ini jawaban rakyat Surabaya, ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian.

Hai tentara Inggris !

Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah & putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga!

Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan genting tetapi saya peringatkan sekali lagi, jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka itu.

Kita tunjukkan bahwa kita adalah benar-benar orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita, saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: MERDEKA atau MATI.

Dan kita yakin, saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar, percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian

Allahu Akbar..!

Allahu Akbar..!

Allahu Akbar…!

MERDEKA!!!


BAB III

PENUTUP

 

1.      Kesimpulan

Pidato merupakan kegiatan berbicara atau berorasi untuk menyatakan pendapat di depan umum. Adapun tujuan dalam berpidato ialah untuk memberi pemahaman dan informasi kepada orang lain, serta fungsinya untuk mempermudah komunikasi. Dalam praktiknya pidato disampaikan oleh seseorang pimpinan pada khalayak ramai. Dalam berpidato ada tata caranya mulai diawali dengan pembukaan, penyampaian isi dan penutup serta bagaimana kita bersikap dan berbicara yang baik di muka umum.Metode yang dapat kita gunakan untuk berpidato diantaranya Impromptu, Naskah, Memoriter dan Ekstemporan.

2.      Saran

Diharapkan setelah mempelajari dan memahami makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui cara berpidato yang baik, dan mahasisawa dapat mengembangkan kemampuan berpidato serta diharapkan tampilan mahasiwa dalam berpidato benar-benar menunjukkan kualitas sebagai insan yang terpelajar.


DAFTAR PUSTAKA

 

Tantawi, Isma. 2013. Terampil Berbahasa Indonesia. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Tanpa Nama. 2013. http://lussychandra.blogspot.co.id/2013/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html. Diakses pada Tanggal 30 Desember 2015

Tanpa Nama. 2014. http://uihanamizuki.blogspot.co.id/2014/12/makalah-bahasa-indonesia-pidato.html. Diakses pada Tanggal 30 Desember 2015.



Untuk download file word (.doc) di atas, silahkan klik link dibawah ini :